Senin, 28 Januari 2013

Teguran di Bulan Ramadhan

Diposting oleh Unknown di 03.59

     Bunyi alarm hand phone membangunkanku dari tidur yang lelap. Dengan mata yang masih lengket, mataku mengarah pada jam dinding yang ternyata masih menunjukkan pukul 3.30 WIB. Yap, karena ini bulan Ramadhan, aku harus bangun pagi buta untuk sahur. Aku pun lekas beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi untuk mencuci muka. Sesudah itu, aku ke meja makan untuk sahur bersama keluarga. Akhirnya, selesai juga aku menghabiskan makanan sahur dan tidak lupa,
sesudah sahur aku meniatkan untuk puasa hari ini.
     Bunyi imsak sudah terdengar dari masjid dekat rumah. Lalu,
aku cepat-cepat minum air putih (air mineral) sebelum waktu sahur benar-benar habis. Tak berapa lama, kumandang adzan terdengar. Kemudian, aku shalat berjama’ah. Ku lihat langit perlahan mulai menampakkan sinarnya. Saatnya aku menonton acara TV kesukaanku. Kebetulan, hari inI adalah hari libur, jadi aku bisa leluasa menonton TV, hehehe….Kebetulan hari ini ayahku juga sedang libur di bulan Ramadhan. Oleh karena itu, kami berencana untuk pergi jalan-jalan. Rencananya, hari ini kami akan pergi sekitar pukul 11.00 WIB.
    
     Sama seperti orang kebanyakan. Kalau ingin pergi harus mandi dulu.  Aku pun di suruh mama untuk mandi. Tapi, aku masih malas, soalnya aku  masih asyik menonton acara TV kesukaanku.  Apalagi, air di pagi hari masih sangat dingin. Jadi, aku tidak mengindahkan perintah mama Namun, mama terus saja menyuruhku untuk mandi, begitu juga dengan ayah. “Rasanya malas sekali mandi, lebih-lebih ini kan hari libur. Jarang-jarang bisa menonton acara TV kesukaanku.” gerutu dalam hatiku. Tapi, karena terus di suruh mama, aku mau juga untuk mandi.
     Aku pun masuk ke kamar mandi dengan rasa kesal dan sebal. Akan tetapi, baru saja aku mau ke bak mandi, tiba-tiba saja kepalaku pusing. Aku memutuskan untuk keluar kamar mandi. Namun terlambat, aku terjatuh dan kepalaku terbentur ubin kamar mandi. Aku tak sadarkan diri (pingsan). Saat pingsan, semuanya terasa gelap dan kosong.
     Kata orang tuaku, mereka mengetahui aku jatuh dan pingsan di kamar mandi karena mendengar kakiku menendang timba. Ketika mendengar bunyi tersebut, orang tuaku langsung memanggilku. Tapi anehnya, aku tidak menanggapi panggilan mereka. Lalu, mereka langsung ke kamar mandi untuk melihat keadaanku. Spontan saja, mereka kaget dan panik saat melihat kepalaku terbentur ubin dan berdarah. Kemudian, ayahku cepat-cepat mengangkat dan menggendongku keluar dari kamar mandi dan membawaku ke ruang keluarga.
    
     Bingung, merupakan kata yang ingin ku katakan saat tersadar dan terbangun dari pingsan yang melihat ayah dan mama yang panik dan sedang bersiap-siap membawaku ke dokter. Kepalaku terasa sakit dan nyeri. Bagian yang sakit dan nyeri tersebut aku pegang dengan tanganku. Saat melihatnya, aku kaget karena tanganku ada darahnya.
    “Kenapa kepalaku berdarah ?” tanyaku dalam hati dengan rasa penasaran.
     Kemudian aku bertanya pada orang tuaku kenapa kepalaku berdarah. Mereka tak menjawabnya, malah menyuruhku untuk bersiap-siap ke dokter. Aku mentaati kata mereka.
     Orang tuaku membawa aku ke klinik untuk mendapatkan pertolongan dokter. Kata dokter, kepalaku harus di jahit. Mataku melihat sendiri ketika dokter mengambil jarum dan benang yang akan dijahitkan. Saat kepalaku dibersihkan dan di jahit, terasa sangat sakit dan perih, padahal aku telah dibius lokal. Karena rasa sakit itu, aku menangis dan menjerit kesakitan. Akan tetapi, sebelum kepalaku dijahit, rambut pada bagian luka di gunting agar memudahkan dokter menjahit kepalaku. Lima benang dijahitkan di kepalaku. Lalu, dokter membelitkan perban. Dokter menjelaskan kepada aku juga orang tuaku, kalau aku tidak keluar rumah agar terhindar dari debu dan asap karena jahitannya belum kering.
     Berarti, otomatis aku tidak bisa pergi ke luar rumah. Aku sangat merasa sedih. Selain itu, dokter memberitahuku jika jahitannya sudah kering, aku harus kembali ke klinik untuk melepaskan jahitan lukanya. Akibat dari semua itu, aku tidak puasa selama 7 hari/ seminngu. Seperti halnya orang sakit, pasti di jenguk oleh orang-orang terdekat. Begitu juga dengan aku, teman-temanku dan teman-teman mamaku menjenguk dengan membawa beberapa bingkisan.
     Setelah beberapa hari berlalu, rasanya jahitanku sudah kering. Aku pun memutuskan untuk kembali ke klinik untuk melepas jahitannya bersama orang tuaku. Saat jahitannya di lepaskan oleh dokter, terasa sedikit sakit. Sampai sekarang, jahitan di kepala tersebut masih berbekas.
     Aku dapat mengambil hikmah dari kejadian ini, bahwa kita tidak boleh menggerutu, merasa kesal dan sebal kepada orang tua kita. Karena semua perbuatan tercela akan menambah dosa saja bahkan akan merugikan diri kita sendiri. Selain itu, aku juga bisa mengambil kesimpulan kalau setiap perbuatan ada balasannya baik buruk perbuatan tersebut. Pastinya, ini merupakan teguran dari Allah di bulan Ramadhan yang penuh berkah ini.







0 komentar:

Posting Komentar

 

Arthana Islami lovaa Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea